Profesi akuntan publik bisa
dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan
era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut
profesionalisme mensyaratkan hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota
profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Dalam kenyataannya,
banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga dalam
prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya
tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk
dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode etik
profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Dalam menjalankan profesinya seorang
akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik
Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan
etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk
berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat.
Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien,
pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau
mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika
sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Kasus yang dilakukan oleh PT Great
River International Tbk, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya
Sidharta, merupakan masalah yang sudah
jelas menyalahi aturan kode etik profesi. Kejahatan yang telah dilakukan tidak
hanya ilegal,tetapi juga memberikan dampak negatif yang sangat buruk bagi pihak
internal maupun eksternal. Mereka tidak hanya berbohong dan menunjukkan bentuk
ketidak jujuran, tetapi perusahaan telah mempertaruhkan banyak pekerja yang
hidupnya bergantung pada perusahaan. Pihak internal pada kasus ini menaipulasi
laporan keuangan dengan menggelembungkan account penjualan, piutang dan asset
hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang
mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam
membayar utang laba perusahaan. Dibenarkan dengan fakta bahwa pihak setempat
mengetahuinya dengan sadar melakukan penipuan tersebut berlandaskan untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dari hasil pemalsuan laporan keuangan PT Great River
International Tbk.
Prinsip-prinsip Fundamental Etika
IFAC di antara:
1.
Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur
dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya. Justinus selaku auditor PT
Great River International Tbk menyatakan bahwa metode pencatatan yang ia
lakukan pada Laporan Keuangan bertujuan untuk menghindari dugaan dumping dan
sanksi perpajakan, sebab saldo laba bersih tidak berbeda dengan yang diterima
perusahaan, maka hal itulah yang menjadi pemicu dugaan Justinus yang telah
dinyatakan olehnya tadi. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan
informasi secara sengaja dengan melakukan pemalsuan beberapa akun hingga
ratusan miliar rupiah dan melakukan overstatement penyajian account.
2.
Objektivitas
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh
membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang
lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Lain dengan
pada kasus ini yang membiarkan profesionalitas sebagai seorang akuntan yang
melakukan penipuan terhadap Laporan Keuangan per 31 Desember PT Great River
International Tbk.
3.
Kompetensi
profesional dan kehati-hatian
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk
memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada
tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa
profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi,
dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta
mengikuti standar-standar profesional haus bekerja secara tekun serta
mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan
jasa profesional. Akan tetapi, KAP ini tidak melakukan koreksi terhadap
kelebihan pencatatan (overstatement) penjualan PT.Great River karena
pihaknya mengaku telah mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut sesuai
dengan metode pencatatan periode sebelumnya. Dengan begitu, akuntan yang
memiliki kewenangan di PT Great River Internasional Tbk ini tidak memelihara
dan memberikan pengetahuan yang dimiliki seorang akuntan dan juga keterampilan
untuk menjamin seorang klien atas menerima jasa profesional yang kompeten yang
didasarkan atas teknik terkini.
4.
Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan
informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis
serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin
yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak
profesional untuk mengungkapkannya. Namun kerahasiaan yang di dalam kasus PT
Great River International Tbk ini malah disalahgunakan dengan merahasiakan
penipuan dalam melakukan rekayasa pada Laporan Keuangan per 31 Desember.
5.
Perilaku
Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan
perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Di kasus PT Great River International Tbk dengan jelas
mengesampingkan perilaku profesional akuntan profesional yang seharusnya
dipatuhi dengan peraturan yang berlaku. Justinus selaku auditor berani berbuat
yang tidak sesuai dengan kode etik yang sudah berlaku.
Menteri Keuangan (Menkeu) RI
terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik
(AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan
karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan
Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi
PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus
dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan
akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia
juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik
(KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah
diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional
Berkelanjutan (PPL).
Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan
tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik
(BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan
Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik
(IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang
Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor
359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin
apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan
atau IAI-KAP.
Dalam kasus Pembekuan Akuntan
Justinus Aditya Sidharta dapat ditentukan bahwa terdapat pelanggaran terhadap
standar professional akuntan publik,dan kode etik akuntan public.
Justinus Aditya Sidharta dianggap tidak mematuhi Pasal 71 ayat (3) Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik, bahwa
izin AP Pemimpin KAP dibekukan apabila izin usaha KAP dibekukan yang
mengartikan bahwa AP Justinus Aditya Sidharta telah melanggar standar auditing,
standar pengendalian mutu serta terdapat pelanggarn pada beberapa prinsip
dan aturan kompartemen yang menyatakan tentang sikap professional,
mematuhi standar relevan yang berlaku dan tanggung jawab profesi.
Pelanggaran terkait standar professional
akuntan publik yaitu melanggar standar auditing dimana pada standar auditing
yang terdapat pada standar professional Akuntan Publik telah ditetapkan segala
ketentuan yang berlaku terkait pemberian jasa,hal ini juga terdapat pada
peraturan menteri keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik
dimana hal tersebut terdapat pada pasal 3 yang menjelaskan tentang batas waktu
dari pemberian jasa yang ditentukan untuk KAP paling lama 6 tahun buku
berturut-turut. Selain itu hal ini juga tentu melanggar standar pengendalian
mutu sebuah KAP dimana seluruh KAP diwajibkan untuk mematuhi standar yang
relevan yang telah ditetapkan oleh badan- badan yang berwenang.
Selain Standar Profesional Akuntan
Publik yang telah dilanggar KAP Justinus Aditya Sidharta ini telah melanggar
Kode Etik Akuntan Publik Indonesia dimana KAP tersebut telah melanggar beberapa
prinsip etika profesi akuntan indonesia dan aturan kompartemen akuntan public.
Dimana dalam prinsip etika profesi terdapat tanggung jawab profesi pada
prinsip kesatu yang berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya dimana anggota KAP
harus mampu bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan dan pemakai
jasa. Selain itu juga terdapat pelanggaran pada prinsip ketiga integritas
dimana dalam menjalankan tanggung jawabnya KAP harus menjalankan dengan
integritas tinggi hal ini tidak terjadi pada KAP Justinus Aditya Sidharta yang
telah mengabaikan pegawainya sendiri. Hal ini membutikan bahwa integritas dari
KAP Justinus Aditya Sidharta rendah.
Terdapat prinsip lain yang juga
dilanggar oleh KAP Justinus Aditya Sidharta adalah perilaku professional yang
tidak diterapkan dalam memberikan jasa kepada kliennya sendiri melainkan
merugikan banyak pihak. Dimana standar teknis menyatakan tentang ketentuan yang
harus dipenuhi dan hal ini menunjukan bahwa KAP tersebut telah melanggar
peraturan menteri keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik
yang telah ditetapkan oleh Menteri keuangan.
Menurut National
Committen on Governance (NCG, 2006) ada 5 prinsip tata
kelola yang baik yaitu:
1.
Transparansi
(Transparency)
2.
Akuntabilitas
(Accountability)
3.
Responsibilitas
(Responsibility)
4.
Independensi
(Independency)
5.
Keadilan
(Fairness)
Adapun dalam kasus PT Great River
Internasional Tbk ini, ada 5 pelanggaran terhadap prinsip tata kelola yang baik
antara lain:
1. Transparansi (Transparency)
PT Great River Internasional Tbk tidak menyampaikan
informasi dengan benar, seperti yang telah disampaikan bahwa telah memanipulasi
laporan keuangan dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar
nilai aset perseroan dan memperbesar nilai pendapatan sehingga informasi yang
diterima oleh para pemangku kepentingan menjadi tidak akurat. Hal ini
menunjukkan bahwa PT Great River Internasional Tbk telah melanggar prinsip
Transparansi (Keterbukaan) dalam penyampaian informasi.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip akuntabilitas berkaitan erat dengan kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ, sehingga perusahaan dapa
berjalan dengan efektif. Prinsip ini berhubungan dengan pengendalian terhadap
hubungan organ-organ yang ada di perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang,
hak dan kewajibannya. Telah terbukti bahwa PT Great River Internasional Tbk
tidak melakukan tanggung jawabnya sebagai perusahaan atas wewenang hak dan kewajiban,
sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang
dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas
menjadi bukti bahwa PT Great River Internasional Tbk gagal dalam
menerapkan prinsip akuntabilitas.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip pertanggungjawaban menekankan adanya sistem yang
jelas untuk mengatur makanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada para
stakeholder perusahaan. Prinsip pertanggungjawaban berkaitan dengan kewajiban
perusahaan mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT Great
River Internasional Tbk melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan
indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Terlihat dengan jelas PT
Great River Internasional Tbk tidak mematuhi semua peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
4. Independensi (Independency)
Adanya manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi
keuangan yang membuat laporan tersebut tidak independen. Meskipun merupakan
bagian internal dari PT Great River Internasional Tbk, pihak yang
bertanggungjawab membuat laporan keuangan haruslah membuat laporan keuangan
sesuai nilai yang sebenarnya tanpa manipulasi tanpa terpengaruh pihak manajemen
meskipun pihak manajemen menginginkan adanya manipulasi.
5. Keadilan (Fairness)
Dalam prinsip keadilan, manajemen diharapakan tidak
mengutamakan kepentingannya saja atau kepentingan pemegang saham saja, tetapi
kepentingan semua stakeholder perusahaan. Penyajian laporan keuangan secara
wajar kepada semua stakeholder merupakan wujud dari penerapan rinsip kewajaran.
PT Great River Internasional Tbk tidak memperlakukan secara adil para pemangku
kepentingan, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan
pula bagi karyawan. Hal itu sangat jelas tergambarkan pada pada Great River
mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Daftar Pustaka
http://www.scribd.com/doc/69253614/Kasus-PT-Great-River-International-Tbk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar